Ludruk merupakan salah satu kesenian Jawa Timuran yang cukup terkenal,
yakni seni panggung yang umumnya seluruh pemainnya adalah laki-laki.
Saat ini kelompok ludruk tradisional dapat dijumpai di daerah Surabaya,
Mojokerto, dan Jombang; meski keberadaannya semakin dikalahkan dengan
modernisasi.
Ludruk merupakan suatu drama tradisional yang
diperagakan oleh sebuah grup kesenian yang di gelarkan disebuah panggung
dengan mengambil cerita tentang kehidupan rakyat sehari-hari, cerita
perjuangan dan lain sebagainya yang diselingi dengan lawakan dan
diiringi dengan gamelan sebagai musik. Dialog/monolog dalam ludruk
bersifat menghibur dan membuat penontonnya tertawa, menggunakan bahasa
khas Surabaya, meski terkadang ada bintang tamu dari daerah lain seperti
Jombang, Malang, Madura, Madiun dengan logat yang berbeda. Bahasa lugas
yang digunakan pada ludruk, membuat dia mudah diserap oleh kalangan non
intelek (tukang becak, peronda, sopir angkotan, etc). Sebuah pementasan
ludruk biasa dimulai dengan Tari Remo dan diselingi dengan pementasan
seorang tokoh yang memerakan "Pak Sakera", seorang jagoan Madura.
Sejarah Ludruk :
Pada tahun 1994 , group ludruk keliling tinggal 14 group saja. Mereka main di
desa
desa yang belum mempunyai listrik dengan tarif Rp 350. Group ini
didukung oleh 50 . 60 orang pemain. Penghasilan mereka sangat minim
yaitu: Rp 1500 s/d 2500 per malam. Bila pertunjukan sepi, terpaksa
mengambil uang kas untuk bisa makan di desa.
Sewaktu James L
Peacok (1963-1964) mengadakan penelitian ludruk di Surabaya tercatat
sebanyak 594 group. Menurut Depdikbud propinsi jatim, sesudah tahun 1980
meningkat menjadi 789 group (84/85), 771 group (85/86), 621 group
(86/87) dan 525 (8788). Suwito HS, seniman ludruk asal Malang mengatakan
tidak lebih dari 500 group karena banyak anggota group yang memiliki
keanggotaan sampai lima group.
Hasil penelitian Suripan Sadi
Hutomo, menurut kamus javanansch Nederduitssch Woordenboek karya Gencke
dan T Roorda (1847), Ludruk artinya Grappermaker (badutan). Sumber lain
menyatakan ludruk artinya penari wanita dan badhut artinya pelawak di
dalam karya WJS Poerwadarminta, Bpe Sastra (1930). Sedangkan menurut
S.Wojowasito (1984) bahwa kata badhut sudah dikenal oleh masyarakat jawa
timur sejak tahun 760 masehi di masa kerajaan Kanyuruhan Malan dengan
rajanya Gjayana, seorang seniman tari yang meninggalkan kenangan berupa
candi Badhut.
Ludruk tidak terbentuk begitu saja, tetapi
mengalami metamorfosa yang cukup panjang. Kita tidak punya data yang
memadai untuk merekonstruksi waktu yang demikian lama, tetapi saudara
hendricus Supriyanto mencoba menetapkan berdasarkan nara sumber yang
masih hidup sampai tahun 1988, bahwa ludruk sebagai teater rakyat
dimulai tahun 1907, oleh pak Santik dari desa Ceweng, Kecamatan Goda
kabupaten Jombang.
Bermula dari kesenian ngamen yang berisi syair
syair dan tabuhan sederhana, pak Santik berteman dengan pak Pono dan
Pak Amir berkeliling dari desa ke desa. Pak Pono mengenakan pakaian
wanita dan wajahnya dirias coret coretan agar tampak lucu. Dari sinilah
penonton melahirkan kata .Wong Lorek.. Akibat variasi dalam bahasa maka
kata lorek berubah menjadi kata Lerok.
Periode Lerok Besud (1920 . 1930)
Kesenian
yang berasal dari ngamen tersebut mendapat sambutan penonton. Dalam
perkembangannya yang sering diundang untuk mengisi acara pesta
pernikahan dan pesta rakyat yang lain.
Pertunjukkan selanjutnya ada
perubahan terutama pada acara yang disuguhkan. Pada awal acara diadakan
upacara persembahan. Persembahan itu berupa penghormatan ke empat arah
angin atau empat kiblat, kemudian baru diadakan pertunjukkan. Pemain
utama memakai topi merah Turki, tanpa atau memakai baju putih lengan
panjang dan celana stelan warna hitam. Dari sini berkembalah akronim
Mbekta maksud arinya membawa maksud, yang akhirnya mengubah sebutan
lerok menjadi lerok besutan.
Periode Lerok dan Ludruk (1930-1945)
Periode
lerok besut tumbuh subur pada 1920-1930, setelah masa itu banyak
bermunculan ludruk di daerah jawa timur. Istilah ludruk sendiri lebih
banyak ditentukan oleh masyarakat yang telah memecah istilah lerok.
Nama lerok dan ludruk terus berdampingan sejak kemunculan sampai tahun
1955, selanjutnya masyarakat dan seniman pendukungnya cenderung memilih
ludruk.
Sezaman dengan masa perjuangan dr Soetomo di bidang politik
yang mendirikan Partai Indonesia raya, pada tahun 1933 cak Durasim
mendirikan Ludruk Oraganizatie (LO). Ludruk inilah yang merintis
pementasan ludruk berlakon dan amat terkenal keberaniannya dalam
mengkritik pemerintahan baik Belanda maupun Jepang.
Ludruk pada masa
ini berfungsi sebagai hiburan dan alat penerangan kepada rakyat, oleh
pemain pemain ludruk digunakan untuk menyampaikan pesan pesan persiapan
Kemerdekaan, dengan puncaknya peristiwa akibat kidungan Jula Juli yang
menjadi legenda di seluruh grup Ludruk di Indonesia yaitu : Bekupon
Omahe Doro, Melok Nipon Soyo Sengsoro., cak Durasim dan kawan kawan
ditangkap dan dipenjara oleh Jepang.
Periode Ludruk Kemerdekaan (1945-1965)
Ludruk
pada masa ini berfungsi sebagai hiburan dan alat penerangan kepada
rakyat, untuk menyampaikan pesan pesan pembangunan. Pada masa ini Ludruk
yang terkenal adalah Marhaen milik Partai Komunis Indonesia. Oleh sebab
itu tidaklah mengherankan jika PKI saat itu dengan mudah mempengaruhi
rakyat, dimana ludruk digunakan sebagai corong PKI untuk melakukan
penggalangan masa untuk tujuan pembrontakan. Peristiwa madiun 1948 dan
G-30 S 1965 merupakan puncak kemunafikan PKI.
Ludruk benar benar
mendapatkan tempat di rakyat Jawa Timur. Ada dua grup ludruk yang sangat
terkenal yaitu : Ludruk Marhaen dan Ludruk tresna Enggal.
Ludruk
Marhaen pernah main di Istana negara sampai 16 kali , hal ini
menunjukkan betapa dekatnya para seniman ludruk dengan para pengambil
keputusan di negeri ini. Ludruk ini juga berkesempatan menghibur para
pejuang untuk merebut kembali irian Jaya, TRIKORA II B yang memperoleh
penghargaan dari panglima Mandala (Soeharto). Ludruk ini lebih condong
ke kiri sehingga ketika terjadi peristiwa G 30 S PKI Ludruk ini bubar.
Periode Ludruk Pasca G 30 S PKI ( 1965 . saat ini)
Peristiwa
G30S PKI benar benar memperak perandakan grup grup Ludruk terutama yang
berafiliasi kepada Lembaga Kebudayaan Rakyat milik PKI.Terjadi
kevakuman antara 1965-1968. Sesudah itu muncullah kebijaksanaan baru
menyangkut grup grup ludruk di Jawa Timur. Peleburan ludruk dikoordinir
oleh Angkatan Bersenjata dalam hal ini DAM VIII Brawijaya proses
peleburan ini terjadi antara tahun 1968-1970.
1. Eks-Ludruk marhaen di Surabaya dilebur menjadi ludruk Wijaya Kusuma unit I
2. Eks-Ludruk Anogara Malang dilebur menjadi Ludruk Wijaya Kusuma Unit II
3. Eks-Ludruk Uril A Malang dilebur menjadi Ludruk Wijaya Kusuma unit III, dibina Korem 083 Baladika Jaya Malang
4. Eks-Ludruk Tresna Enggal Surabaya dilebur menjadi ludruk Wijaya Kusuma unit IV
5. Eks-Ludruk kartika di Kediri dilebur menjadi Ludruk Kusuma unit V
Diberbagai
daerah ludruk ludruk dibina oleh ABRI, sampai tahun 1975. Sesudah itu
mereka kembali ke grup seniman ludruk yang independen hingga kini.
Dengan
pengalaman pahit yang pernah dirasakan akibat kesenian ini, Ludruk lama
tidak muncul kepermukaan sebagai sosok Kesenian yang menyeluruh. Pada
masa ini ludruk benar benar menjadi alat hiburan. Sehingga generasi muda
yang tidak mendalami sejarah akan mengenal ludruk sebagai grup
sandiwara Lawak.
(sumber: mamamel.multiply.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar